Kamis, 01 Mei 2014

Kompetisi Blog #CintaMenginspirasi



Janjiku untuk Mereka
Saat itu aku kelas sebelas SMA, tiba-tiba aku mendapat kabar bahwa mbah kakungku sakit, aku juga bingung apa sakit mbahku itu, katanya ia jatuh terus asam uratnya kambuh atau apalah aku tak tahu pasti. Selama aku hidup sudah beberapa kali aku melihat simbah sakit dan aku tidak pernah merasa sekhawatir ini, firasatku sungguh tidak enak aku tak ingin dia pergi meninggalkan aku. Aku menengok mbah di kamarnya, sebenarnya aku sangat takut melihat dia, aku takut dia pergi meninggalkan aku. Aku lihat kondisinya, ia hanya terbaring lemah seperti tak sadarkan diri, ia hanya dapat duduk dengan dibantu ibuku dengan bertumpu dengan bantal-bantalnya. Aku bingung saat itu, aku melihat ibuku meminta maaf kepada simbah jika selama ini dia punya salah, aku terus memandangnya dengan bertanya-tanya apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa ibuku meminta maaf dengan begitu serius dan raut mukanya terlihat sedih. Ibuku juga menanyakan pada saudara-saudaranya apakah mereka sudah meminta maaf pada bapak mereka itu. Aku bertanya pada ibu dengan sangat kebingungan, mengapa ibu meminta maaf pada simbah? Dan entah saat itu ibu menjawab apa, samar-samar di ingatanku.
***
Semakin hari kondisi simbah semakin memburuk walaupun sebelumnya sempat membaik, ibuku selalu menuntun simbahku untuk solat. Aku bingung mengapa simbahku sering tertidur dan sulit bangun, aku pernah melihat waktu ibuku menuntun simbah solat sambil mendudukkan simbah, simbah seperti setengah tak sadarkan diri dan seringkali tertidur waktu solat hingga ibuku membangunkannya. “Pak..pakk.. tadi solatnya sudah rakaat ke dua ya.” Ibuku berusaha membangunkan simbah dan simbah bangun lagi. Tak hanya sekali simbah tertidur saat solatnya dan ibu tetap bersabar menuntunnya hingga selesai solat. Memang solat seharusnya dalam keadaan sadar namun kondisi simbah tidak memungkinkan saat itu.
***
Malam itu aku yang hendak tidur sangat kaget dan langsung bergegas keluar karena mendengar suara gaduh di luar sana. Terlihat bulek, ibuku, dan mbah putriku di depan kamar mandi, mbah kakung jatuh lagi waktu di kamar mandi padahal mbah kakung sudah dipapah oleh mbah putri dan ibuku namun mungkin karena simbah begitu berat hingga terjatuh. Aku melihat simbah dengan harap-harap cemas, muka simbah terlihat sangat berbeda dan merintih kesakitan.
***
Tak sengaja aku mendengar percakapan kedua orang tuaku, bapakku yang berusaha menasehati ibu untuk berserah diri kepada Allah, apapun yang akan Allah lakukan ibu harus ikhlas menerima dan sebaiknya ibu mendo’akan yang tebaik untuk simbah. Mungkin memang sulit karena ini pertama kalinya dan siapa yang mau kehilangan orang tuanya. Aku yang saat itu mendengarkan percakapan mereka hanya dapat terdiam, rasanya campur aduk pikiranku, ku lihat ibuku yang seperti ingin menangis. Aku berfikir apa do’aku selama juga ini salah, aku selalu berdo’a agar simbahku selamat dan harus selamat, Allah tak boleh mengambilnya dariku karena aku belum bisa ikhlas jika simbah pergi dariku, simbah yang selama ini selalu ada untukku. Aku ingat dulu waktu tahun baru aku ingin melihat kembang api di Alun-alun dan tak ada yang mau mengantarku hingga simbah dengan sepeda motor bututnya mengantarku melihat kembang api di sebuah gang, simbah juga selalu memberikanku sebuah cerita ataupun ceramah, ia adalah orang yang sangat baik di mataku.
***
Setelah beberapa hari di rumah akhirnya simbah dibawa ke rumah sakit dengan menggunakan ambulan, beruntung kami punya tetangga yang sangat baik yang bekerja di rumah sakit dan memanggilkan ambulan. Saat itu simbah di rawat di ruang VIP, kami semua termasuk aku bergantian untuk menjaga simbah, bahkan anak-anaknya yang ada di Bandung, Jakarta, dan Pemalang pulang untuk ikut menjaga simbah. Aku melihat mereka orang-orang dewasa bergantian membacakan surat Yasin dan kadang juga menuntun simbah untuk selalu berzikir walau kata-kata yang keluar dari mulut simbah tak begitu terdengar jelas dan lama kemalaan juga simbahku tak megeluarkan kata-kata.
***
Karena kondisi simbah yang harus dimasukkan kedalam ruang ICU sedangkan di rumah sakit tersebut ICUnya penuh dan orang yang mengantri untuk masuk keICU masih banyak jadi kami memutuskan untuk memindah simbah ke rumah sakit lain, memang tidak langsung masuk ke ruang ICU namun simbah sudah berada di urutan atas untuk masuk ke ruang tersebut, terlebih rumah sakit tersebut memiliki alat ICU yang bisa dibawa keruang rawat inap. Aku yang belum meminta maaf pada simbah, akhirnya meminta maaf sat itu juga walau dalam kondisi simbah tak sadarkan diri. Aku sangat terkejut ketika aku selesai mengucapkan permintaan maaf simbah seperti bergerak memberikan respone, simbah bergerak seperti kejang-kejang dan membuatku takut. Kata dokter simbah punya sakit ginjal, jantung, dan entah apalagi aku tak begitu jelas mengingatnya.
***
Aku dan keluarga seringkali bolak-balik ke rumah sakit karena kondisi simbah yang kritis. Akhirnya simbah mendapat ruang di ICU, selama simbah di ICU sudah beberapa orang yang di rawat disana meninggal, beberapa juga sembuh dan pulang, orang yang dirawat di sana datang dan pergi bergantian. Aku terus mendo’akan simbah agar Allah memberikannya yang terbaik, agar simbah tidak merasa tersiksa dengan sakitnya, aku pasrah dengan apa yang Allah lakukan. Saat menjelang magrib aku dan bulekku disuruh pulang untuk beristirahat dan membelikan makan untuk adekku di rumah. Namun beberapa saat setelah kami berada di rumah kami mendapat kabar bahwa kondisi simbah kembali kritis, Sangat tidak memungkinkan jika aku dan bulek kembali ke rumah sakit, namun beberapa saudaraku berkunjung kerumah sakit. Kemudian sesaat sesudah magrib bulek Rini bertanya padaku nama bapaknya Mbah Kakung, Aku terdiam firasatku sungguh tidak enak. Aku bertanya untuk apa bulek menanyakan nama bapaknya simbah, dan Bulek berkata bahwa simbah sudah sudah meninggal beberapa menit yang lalu. “Innalillahi wa innailaihirojiun.” Hanya itu yang terucap dari mulutku aku bingung harus apa. Aku ingat malam itu aku duduk di pojok ruangan di mana jenazah simbah ada di sana, aku membacakan surat yasin untuk simbah sendiri setelah pengajian berakhir. Aku kini sadar bagaimana seharusnya kita mencintai orang tua, menjaga dan mebahagiakan mereka di masa tua, dan apa artinya saudara dimana kita dapat saling tolong menolong dalam kesusahan. Orang tua ku melahirkanku untuk berbakti padanya, untuk menjadi anak yang sholehah agar suatu saat nanti aku dapat mengirimkan do’a untuknya sebagai amalan yang tiada putus-putusnya, dan aku berjanji tak akan mengecewakan rasa cinta dan kasih sayang kedua orang tuaku, aku akan selalu menyisipkan nama mereka disetiap do’aku, dan seberapa sering aku bertengkar dengan adik-adikku aku selalu menyayangi dan mencintai mereka sebagai keluarga yang selalu ada untukku.
-SELESAI-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar