Janjiku untuk Mereka
Saat itu aku kelas sebelas SMA, tiba-tiba aku mendapat kabar
bahwa mbah kakungku sakit, aku juga bingung apa sakit mbahku itu, katanya ia
jatuh terus asam uratnya kambuh atau apalah aku tak tahu pasti. Selama aku
hidup sudah beberapa kali aku melihat simbah sakit dan aku tidak pernah merasa sekhawatir
ini, firasatku sungguh tidak enak aku tak ingin dia pergi meninggalkan aku. Aku
menengok mbah di kamarnya, sebenarnya aku sangat takut melihat dia, aku takut
dia pergi meninggalkan aku. Aku lihat kondisinya, ia hanya terbaring lemah
seperti tak sadarkan diri, ia hanya dapat duduk dengan dibantu ibuku dengan
bertumpu dengan bantal-bantalnya. Aku bingung saat itu, aku melihat ibuku
meminta maaf kepada simbah jika selama ini dia punya salah, aku terus
memandangnya dengan bertanya-tanya apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa ibuku
meminta maaf dengan begitu serius dan raut mukanya terlihat sedih. Ibuku juga
menanyakan pada saudara-saudaranya apakah mereka sudah meminta maaf pada bapak
mereka itu. Aku bertanya pada ibu dengan sangat kebingungan, mengapa ibu
meminta maaf pada simbah? Dan entah saat itu ibu menjawab apa, samar-samar di
ingatanku.
***
Semakin hari kondisi simbah semakin memburuk walaupun
sebelumnya sempat membaik, ibuku selalu menuntun simbahku untuk solat. Aku
bingung mengapa simbahku sering tertidur dan sulit bangun, aku pernah melihat
waktu ibuku menuntun simbah solat sambil mendudukkan simbah, simbah seperti
setengah tak sadarkan diri dan seringkali tertidur waktu solat hingga ibuku
membangunkannya. “Pak..pakk.. tadi solatnya sudah rakaat ke dua ya.” Ibuku
berusaha membangunkan simbah dan simbah bangun lagi. Tak hanya sekali simbah
tertidur saat solatnya dan ibu tetap bersabar menuntunnya hingga selesai solat.
Memang solat seharusnya dalam keadaan sadar namun kondisi simbah tidak
memungkinkan saat itu.
***
Malam itu aku yang hendak tidur sangat kaget dan langsung
bergegas keluar karena mendengar suara gaduh di luar sana. Terlihat bulek,
ibuku, dan mbah putriku di depan kamar mandi, mbah kakung jatuh lagi waktu di
kamar mandi padahal mbah kakung sudah dipapah oleh mbah putri dan ibuku namun
mungkin karena simbah begitu berat hingga terjatuh. Aku melihat simbah dengan
harap-harap cemas, muka simbah terlihat sangat berbeda dan merintih kesakitan.
***
Tak sengaja aku mendengar percakapan kedua orang tuaku,
bapakku yang berusaha menasehati ibu untuk berserah diri kepada Allah, apapun
yang akan Allah lakukan ibu harus ikhlas menerima dan sebaiknya ibu mendo’akan
yang tebaik untuk simbah. Mungkin memang sulit karena ini pertama kalinya dan
siapa yang mau kehilangan orang tuanya. Aku yang saat itu mendengarkan
percakapan mereka hanya dapat terdiam, rasanya campur aduk pikiranku, ku lihat
ibuku yang seperti ingin menangis. Aku berfikir apa do’aku selama juga ini
salah, aku selalu berdo’a agar simbahku selamat dan harus selamat, Allah tak
boleh mengambilnya dariku karena aku belum bisa ikhlas jika simbah pergi
dariku, simbah yang selama ini selalu ada untukku. Aku ingat dulu waktu tahun
baru aku ingin melihat kembang api di Alun-alun dan tak ada yang mau
mengantarku hingga simbah dengan sepeda motor bututnya mengantarku melihat
kembang api di sebuah gang, simbah juga selalu memberikanku sebuah cerita ataupun
ceramah, ia adalah orang yang sangat baik di mataku.
***
Setelah beberapa hari di rumah akhirnya simbah dibawa ke
rumah sakit dengan menggunakan ambulan, beruntung kami punya tetangga yang
sangat baik yang bekerja di rumah sakit dan memanggilkan ambulan. Saat itu
simbah di rawat di ruang VIP, kami semua termasuk aku bergantian untuk menjaga
simbah, bahkan anak-anaknya yang ada di Bandung, Jakarta, dan Pemalang pulang
untuk ikut menjaga simbah. Aku melihat mereka orang-orang dewasa bergantian
membacakan surat Yasin dan kadang juga menuntun simbah untuk selalu berzikir
walau kata-kata yang keluar dari mulut simbah tak begitu terdengar jelas dan
lama kemalaan juga simbahku tak megeluarkan kata-kata.
***
Karena kondisi simbah yang harus dimasukkan kedalam ruang ICU
sedangkan di rumah sakit tersebut ICUnya penuh dan orang yang mengantri untuk
masuk keICU masih banyak jadi kami memutuskan untuk memindah simbah ke rumah
sakit lain, memang tidak langsung masuk ke ruang ICU namun simbah sudah berada
di urutan atas untuk masuk ke ruang tersebut, terlebih rumah sakit tersebut
memiliki alat ICU yang bisa dibawa keruang rawat inap. Aku yang belum meminta
maaf pada simbah, akhirnya meminta maaf sat itu juga walau dalam kondisi simbah
tak sadarkan diri. Aku sangat terkejut ketika aku selesai mengucapkan
permintaan maaf simbah seperti bergerak memberikan respone, simbah bergerak
seperti kejang-kejang dan membuatku takut. Kata dokter simbah punya sakit ginjal, jantung, dan entah apalagi aku tak begitu jelas mengingatnya.
***
Aku dan keluarga seringkali bolak-balik ke rumah sakit karena
kondisi simbah yang kritis. Akhirnya simbah mendapat ruang di ICU, selama
simbah di ICU sudah beberapa orang yang di rawat disana meninggal, beberapa
juga sembuh dan pulang, orang yang dirawat di sana datang dan pergi bergantian.
Aku terus mendo’akan simbah agar Allah memberikannya yang terbaik, agar simbah
tidak merasa tersiksa dengan sakitnya, aku pasrah dengan apa yang Allah
lakukan. Saat menjelang magrib aku dan bulekku disuruh pulang untuk
beristirahat dan membelikan makan untuk adekku di rumah. Namun beberapa saat
setelah kami berada di rumah kami mendapat kabar bahwa kondisi simbah kembali
kritis, Sangat tidak memungkinkan jika aku dan bulek kembali ke rumah sakit,
namun beberapa saudaraku berkunjung kerumah sakit. Kemudian sesaat sesudah
magrib bulek Rini bertanya padaku nama bapaknya Mbah Kakung, Aku terdiam
firasatku sungguh tidak enak. Aku bertanya untuk apa bulek menanyakan nama bapaknya
simbah, dan Bulek berkata bahwa simbah sudah sudah meninggal beberapa menit
yang lalu. “Innalillahi wa innailaihirojiun.” Hanya itu yang terucap dari
mulutku aku bingung harus apa. Aku ingat malam itu aku duduk di pojok ruangan
di mana jenazah simbah ada di sana, aku membacakan surat yasin untuk simbah
sendiri setelah pengajian berakhir. Aku kini sadar bagaimana seharusnya kita
mencintai orang tua, menjaga dan mebahagiakan mereka di masa tua, dan apa
artinya saudara dimana kita dapat saling tolong menolong dalam kesusahan. Orang
tua ku melahirkanku untuk berbakti padanya, untuk menjadi anak yang sholehah
agar suatu saat nanti aku dapat mengirimkan do’a untuknya sebagai amalan yang
tiada putus-putusnya, dan aku berjanji tak akan mengecewakan rasa cinta dan
kasih sayang kedua orang tuaku, aku akan selalu menyisipkan nama mereka
disetiap do’aku, dan seberapa sering aku bertengkar dengan adik-adikku aku
selalu menyayangi dan mencintai mereka sebagai keluarga yang selalu ada
untukku.
-SELESAI-